Zionisme dan Sekularisme Berbaju Agama


PDF Cetak E-mail


Gerakan Zionisme bukanlah murni gerakan keagamaan Yahudi. Zionisme merupakan gerakan nasionalisme, bermotif duniawi yang menginginkan bangsa Yahudi memiliki tanah air sendiri dengan merampas

Mungkin dalam benak kita muncul pertanyaan, apa sebenarnya yang diinginkan Zionis-Israel sampai melakukan pembantaian secara membabi-buta rakyat sipil tak berdosa di Gaza dan Libanon? Apa sebenarnya dasar keyakinan dan ideologis yang mendasari tindakan mereka? Betulkan ini seruan agama (Yahudi) yang mereka anut? Bukankah hampir bisa dipastikan tidak ada agama yang sengaja mendorong pemeluknya melakukan pengrusakan dan kekerasan? Bila kita tidak mengetahui apa sesungguhnya ideologi yang melatarbelakangi munculnya Israel (baca: Zionisme) kita akan dengan menggeneralisasi bahwa aksi-aksi itu dilarbelakangi oleh perintah agama (Yahudi). Padahal, sesungguhnya agama hanyalah kedok yang merekai pakai sebagai alat legitimasi. Di dalamnya justru tersimpan keyakinan materialistik anti-agama. Tulisan ini mencoba memotret masalah tersebut.

Akar Ideologis Gerakan Zionisme
Zionisme adalah salah satu ?mazhab' dalam agama Yahudi. Istilah Zionisme dinisbahkan kepada sebuah bukit di Yerussalem yang bernama "Zion," tapi kemudian justru nama "Zion" itu identik dengan Yerussalem sendiri. Nama Zion ini menjadi sangat penting dalam sistem teologi Yahudi karena disebutkan dalam Mazmur 9:12, "Bermazmurlah bagi Tuhan yang bersemayan di Zion." Zion dianggap sebagai tempat suci tempat bersemayam Tuhan. Masih dalam Mazmur 137:1 juga disebutkan, "Di tepi sungai Bebel, di sanalah kita duduk sambil menangis apabila kita melihat Sion."
Ayat ini menjadi dasar kerinduan dan semangat untuk kembali ke Sion (Yerussalem), saat mereka diasingkan ke Babilonia. Dalam Yesaya 52:1-2 bahkan dengan jelas ada dorongan untuk kembali ke sana: "Terjagalah, terjagalah! Kenakanlah kekuatanmu seperti pakaian, hai Sion! Kenakanlah pakaian kehormatanmu, hai Yerussalem kota yang kudus! Sebab tak seorang pun yang tak bersunat atau yang najis akan masuk ke dalammu. Kebaskanlah debu dari padamu, bangunlah hai Yerussalem yang tertawan. Tanggalkanlah ikatan-ikatan dari lehermu hai puteri Sion yang tertawan!
Ayat-ayat itulah yang dijadikan dasar oleh kelompok yang menamakan diri "Zionisme" untuk membangun keyakinan bahwa umat Yahudi harus kembali menduduki Zion (Yerussalem) dengan cara apa saja, termasuk dengan cara kekerasan. Alasan doktrin itu pula yang dijadikan topeng untuk menarik dukungan dari orang-orang Yahudi di seluruh dunia untuk mendukung gerakan ini.
Padahal, seperti yang akan kita lihat dalam penjelasan berikut, doktrin itu tidak harus selalu diartikan sebagai keharusan "merebut" Yerussalem dari tangan orang di luar Yahudi. Doktrin itu sebetulnya hanya topeng untuk membngkus gerakan nasionalisme yang dipelopori orang-orang Yahudi yang sudah terpengari pemikiran-pemikiran secular seperti Theodor Herzl.
Jadi, harus dicatat bahwa sejak awal didirikan sampai saat ini, gerakan Zionisme bukanlah murni gerakan keagamaan Yahudi. Sampai saat ini, Zionisme tetap merupakan gerakan nasionalisme, sebuah gerakan bermotif duniawi yang menginginkan bangsa Yahudi memiliki tanah air sendiri. Hanya saja, untuk memperkuat posisi ini, mereka menggunakan doktrin-doktrin agama Yahudi yang seringkali dipaksakan agar sesuai dengan keinginan mereka. Oleh sebab itu, tidak heran kalau gerakan Zionisme ini mendapat tentangan juga dari kalangan agamawan Yahudi sendiri, selain dari orang-orang Arab Israel yang merasa hak-hak mereka dirampas.
Tentangan antara lain muncul dari kaum Yahudi ultraortodoks. Mereka berkeberatan terhadap aspek politik gerakan ini. Mereka percaya bahwa kebali ke Zion (Tanah yang dijanjikan) harus merupakan takdir Tuhan, bukan kehendak duniawi. Di pihak lain, kelompok sosialis dan komunis menganggap Zionisme sebagai gerakan reaksioner kaum borjuis. Para rabbi Yahudi dan pengikutnya menentang zionisme juga karena karakter nasionalnya. Karena percaya bahwa Yudaisme adalah agama dan bukan kebangsaan, mereka cenderung menolak konsep politik Zionisme.
Di Inggris dua organisasi Yahudi, Badan Perwakilan Yahudi Inggris dan Asosiasi Inggris-Yahudi, menentang Zionisme juga atas dasar kepercayaan bahwa Yudaisme adalah agama, bukan bangsa seperti klaim para Zionis. Oleh sebab itu, buat mereka tidak perlu orang-orang Yahudi memiliki negara nasional sendiri.
Tentangan yang sama juga datang dari Komisi Yahudi di Amerika pimpinan Jacob H. Schiff, Louis Marshall, serta Mayer Sulzberger. Protes keras sering mereka lancarkan menentang keinginan-keinginan politik kaum Zionis. Jelas bahwa munculnya Zionisme bukanlah gerakan keagamaan, melainkan gerakan nasionalisme yang sangat dipengaruhi oleh gaung nasinalisme yang pada masa itu tengah digandrungi di seluruh dunia. Ini juga menandakan bahwa Zionisme juga tidak lebih daripada proyek borjuasi (baca: kapitalisme) yang ingin mencaplok apa saja yang menghalanginya. Dan ini juga merupakan salah satu proyek pembaratan dunia Islam yang terus dilancarkan setelah kekalahan Eropa oleh umat Islam. Kita akan melihat kenyataan ini dalam paparan singkat mengenai sejarah awal gerakan zionisme berikut.

Pertumbuhan Zionisme Awal
koresponden Paris majalah Neue Freie Presse Wina, Dr. Theodor Herzl menerbitkan majalah mingguan Die Welt sebagai sarana resmi para Zionis. Pada tahun yang sama, atas inisitifnya, terselenggara Kongres Zionis pertama yang diselenggrakannya di Basel, Swis. Kongres ini menghasilkan resolusi tentang Palestina yang harus menjadi pemukiman bangsa Yahudi dan didirikannya Organisasi Zionis Dunia. Herzl sendiri terpilih menjadi ketuanya. Inilah awal gerakan Zionisme secara mondial.
Untuk mewujudkan impian mereka "kembali ke tanah yang dijanjikan" banyak cara yang mereka lakukan. Ketika Turki Usmani masih menguasai Palestina, berulang-ulang mereka meminta izin kepada sultan Abdul Hamid agar mereka boleh membeli tanah yang akan disiapkan menjadi pemukiman bangsa Yahudi. Namun, sampai akhir kekuasaannya, Sultan tidak pernah mengizinkan orang-orang Yahudi memiliki tanah-tanah di Palestina.
Baru setelah Turki Usmani jatuh ke tangan Inggris pasca-Perang Dunia I, kaum Zionis mendapatkan izin untuk membuka pemukiman di Palestina. Mulanya membeli tanah, tapi kemudian banyak yang melakukan penyerobotan tanah-tanah milik rakyat Palestina. Sebelumnya, sekitar tahun 1903, ketika terjadi penganiayaan terhadap Yahudi secara besar-besaran di Rusia, kelompok Zionis melalui Herzl berunding dengan Inggris agar diberi tempat pemukiman baru bagi orang-orang Yahudi yang terusir itu. Inggris menawarkan Uganda, namun dalam Kongres ke-7 Organisasi Zionis Dunia tahun 1904 tawaran itu ditolak. Hanya satu tempat yang mereka inginkan, yaitu Palestina, tempat yang mereka anggap sebagai warisan leluhur mereka yang dijanjikan untuk mereka.
Perjanjian Sykes-Picot (1916) memberikan peluang besar kepada orang-orang Yahudi untuk mendapatkan Palestina. Kesempatan itu semakin terbuka lebar pada saat Deklarasi Balfour (1917) ditandatangani. Dalam Deklarasi itu, Inggris mendukung sepenuhnya niat bangsa Yahudi mendirikan negara Nasional di Palestina. Keberhasilan-keberhasilan diperoleh bangsa Yahudi atas lobi-lobi yang dilakukan oleh kelompok Zionis ini. Sebab, merekalah yang sangat berambisi untuk merebut Palestina dan mendirikan sebuah negara Yahudi di sana.

Rencana Busuk di dalam Kekejaman Israel


Dunia Arab kembali disibukkan dengan ketegangan baru yang dipicu agresi militer darat, laut, dan udara Israel terhadap Lebanon sejak 12 Juli 2006. Alasan Israel melancarkan serangan tersebut untuk membebaskan dua prajuritnya yang diculik Hizbullah. Dalam perkembangan berikutnya, alasan tersebut ternyata kamuflase alias palsu.

Menteri Pertahanan Israel, Amir Perets, secara terbuka mengatakan Israel ingin mengusir Hizbullah dari Lebanon. Bahkan pada 23 Juli 2006 lalu, Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, mengisyaratkan bahwa krisis di Lebanon akan memakan waktu yang lama, hingga infrastruktur Hizbullah di Lebanon dapat dihancurkan. Israel juga secara tegas menolak usul utusan PBB untuk gencatan senjata dalam waktu segera. Mereka beralasan, penghancuran infrastruktur kelompok 'teroris' tidak mengenal upaya diplomasi. Akibat dari agresi itu ratusan warga Lebanon meninggal, ratusan ribu penduduk lainnya terusir dari kampung halaman.

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa Israel sedemikian beringas melancarkan perang pembersihan tanpa membedakan antara target sipil dan militer? Bahkan infrastruktur Lebanon dari mulai jalan raya, jembatan, bandara, stasiun listrik, pemancar televisi, saluran air, juga mengapa ikut dihancurkan? Seandainya tujuan dari agresi tersebut hanya untuk membebaskan dua prajuritnya, tentu bernegosiasi secara langung jauh akan lebih efektif .

Balas dendam


Israel ibarat seorang yang sedang kehausan menemui sebuah mata air. Penculikan dua tentara Israel dimanfaatkan untuk melampiaskan dendam masa lalu dengan memberangus Lebanon. Seorang pengamat masalah Timteng asal Inggris, Patrick Seal, dalam artikelnya di Surat Kabar Harian Al Hayat terbitan 24 Juli 2006 mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan Israel sedemikian beringas menghadapi Hizbullah. Di antara alasan itu adalah historis konflik Hizbullah-Israel. Kedua kekuatan ini pernah berseteru sebelumnya selama 15 tahun yang berakhir dengan penarikan mundur Israel dari Lebanon selatan tahun 2000. Sehingga bisa dipahami serangan Israel merupakan aksi balas dendam atas kekalahan Israel di masa lalu.

Selain faktor historis konflik kedua pihak, kebiadaban Israel juga dipengaruhi oleh lemahnya reaksi dunia internasional dalam mengecam dan mengupayakan penghentian agresi tersebut secara cepat. Bahkan terkesan masyarakat internasional secara implisit menginginkan Israel sebagai alat implementasi Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) 1559. Resolusi itu isinya antara lain menyangkut perlucutan senjata milisi-milisi sipil di Lebanon, termasuk Hizbullah.

Pemberitaan koran New York Times beberapa waktu lalu makin memperkeruh keadaan. Harian itu memberitakan, Amerika Serikat (AS) mempercepat pengapalan senjata bom berpresisi tinggi ke Israel di saat negara ini melakukan serangan membabi buta ke Lebanon. Apapun alasannya, pengiriman itu jelas menunjukan sikap dukungan buta AS terhadap agresi militer yang mendorong negara zioinis semakin gencar membombardir Lebanon. Kebijakan tersebut juga tidak mendukung bagi upaya penghentian perang.

Sementara kekuatan-kekuatan internasional termasuk PBB dan Uni Eropa tidak mengambil sikap tegas terhadap agresi ini. Hasil pernyataan para pemimpin yang menghadiri pertemuan G-8 di Petersburgh, Rusia, juga cenderung menyalahkan kelompok Hizbullah. Para pejuang Hizbullah dianggap sebagai pemicu terjadinya kekejian Israel di Lebanon.

Bisa dikatakan, terdapat kesepakatan di antara masyarakat internasional mengenai perlunya perlucutan dan netralisasi kelompok Hizbullah di Lebanon. Bahkan Hizbullah dianggap sebagai kelompok yang menjadi penghambat bagi proses demokratisasi di Lebanon. Situasi internasional demikian dimanfaatkan oleh Israel untuk terus menghancurkan Lebanon dengan dalih menumpas Hizbullah.

Mengubah peta


Terkait dengan misi agresi militer tersebut, beberapa pengamat Timur Tengah mengatakan misi agresi yang dilakukan Israel sebenarnya ingin menimbulkan perpecahan internal politik dan perubahan perimbangan kekuatan politik di Lebanon. Diharapkan, dari hancurnya infrastruktur Lebanon yang parah, mayoritas rakyat dan kekuatan-kekuatan politik di Lebanon mengecam eksistensi Hezbullah di Lebanon. Rakyat didorong untuk menuduh Hizbullah sebagai biang kerok kehancuran yang telah mengembalikan Lebanon ke masa 50 tahun yang lalu. Atau paling tidak, agresi ini bisa menjadikan Hizbullah bukan lagi sebagai 'pemain' yang berpengaruh dalam politik dalam negeri di Lebanon.

Dari kalangan umat Islam di beberapa negara Arab termasuk Ikhwanul Muslimin menanggapi agresi Israel sebagai bagian dari upaya bangsa Yahudi untuk mewujudkan eksistensi negeri Israel raya. Aksi ini juga implementasi dari agenda AS untuk mewujudkan The Greater Middle East yang dilontarkan AS sebelum menginvansi Irak.

Oleh karena itu, menurut Ikhwanul Muslimin, tidak ada jalan lain kecuali menghadapi Israel melalui perlawanan bersenjata. Pengamatan Ikhwanul Muslimin ini mungkin ada benarnya menyusul pernyataan Menlu AS, Condoleezza Rice dalam jumpa persnya sebelum meninggalkan Gedung Putih pada 23 Juli 2006. Dia menyebutkan bahwa lawatan kunjungannya ke Israel bukan untuk mendorong gencatan senjata melainkan ingin melihat terwujudnya Timur Tengah baru.

Tidak menutup kemungkinan, agresi Israel tersebut sebenarnya hanya perpanjangan tangan AS untuk mengubah situasi perimbangan kekuatan di negara-negara Timur Tengah agar lebih mendukung kepentingan-kepentingan AS dan Israel di kawasan. Keberhasilan Israel menumpas Hizbullah akan semakin mendorong AS dan Israel untuk menekan negara-negara kawasan yang dikategorikan melawan agar lebih pro dengan agenda dan kepentingan AS kawasan tersebut.

Siapapun yang keluar menjadi pemenang, agresi militer Israel terhadap Lebanon akan berdampak buruk bagi stabilitas keamanan di Timur Tengah secara keseluruhan. Jika Hizbullah berhasil memukul mundur Israel dari Lebanon selatan, hal ini berdampak akan melemahkan kubu pendukung penyelesaian damai konflik Arab-Israel.

Kelompok penyeru perdamaian sebagai satu-satunya alternatif menyelesaikan konflik Arab-Israel akan semakin terpojok dan menurunkan tingkat kepercayaan kalangan grass root mengenai efektivitas melakukan perundingan dengan Israel. Sebaliknya, ideologi Hizbullah yang mengatakan hanya dengan kekuatan senjata, konflik Arab-Israel dapat diselesaikan semakin mendapatkan pembuktian kebenarannya. Ini berarti kawasan Timur Tengah akan menghadapi perang-perang susulan.

Di sisi lain, jika Israel berhasil menginvansi Lebanon dengan meluluhlantakkan seluruh infrastruktur negeri ini, maka skenario Irak akan terulang kembali di Lebanon. Kalau skenario ini berjalan, berarti juga akan menyulut kembali maraknya aksi-aksi kekerasan dari kelompok pejuang kemerdekaan seperti di Afghanistan, Irak, dan Somalia. Lebih jauh lagi, invasi ini juga akan memperluas gerakan-gerakan sentimen anti-AS dan Israel di berbagai belahan dunia.

Ikhtisar


- Tujuan utama agresi Israel adalah menghancurkan infrastruktur masyarakat Lebanon.


- Dengan kondisi itu, masyarakat Lebanon akan menganggap Hizbullah sebagai biang kerok.


- Ikhwanul Muslimin meyakini, kekejaman Israel hanya bisa dilawan dengan senjata.


- Israel masih menyimpan dendam atas keberhasilan Hizbullah mengusir Israel dari wilayah yang didudukinya di Lebanon selatan.


- Lewat aksi brutal ini, AS juga ingin mendominasi pengaruh di Timur Tengah, setelah bisa menundukkan Irak dan Afghanistan.


- Aksi keji Israel ini akan menyulut tindak kekerasan yang berkepanjangan.

( )

Foto-foto Kekejaman Tentara Israel

Foto-foto Kekejaman Tentara Israel


Dalam Al Qur’an Allah sering mengecam kelakuan bangsa Yahudi yang sering bertindak melampaui batas. Di foto ini anda bisa menyaksikan kekejaman tentara Israel yang membantai warga Palestina tanpa pandang bulu. Wanita dan anak-anak juga mereka bantai.

“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu.” [Al Maa-idah:62]




Anak-anak ISRAEL memberikan tanda tangan kematian untuk anak-anak LEBANON

anak Israel 2

Anak-anak kecil ISRAEL menuliskan ‘pesan’ di cangkang senjata artileri
berat. Lokasi di Kiryat Shmona, ISRAEL utara, bersebelahan dengan
perbatasan Lebanon. Senin, 17 Juli 2006

anak2israel2.jpg

(AP Photo/Sebastiian Scheiner)

…dan anak-anak LEBANON menerima-nya dengan….anak2libanon.jpg


Foto Tentara Israel Bantai Anak Umur 11 Tahun

Muhammad Al Durrah dan Ayahnya Jamal Ditembaki Tentara IsraelBerikut adalah salah satu kekejaman tentara Israel. Mereka sengaja selama 45 menit menembakkan pelurunya ke arah Jamal dan anaknya yang bernama Muhammad al Durrah yang masih berumur 11 tahun (1988-2000). Terlihat jelas bagaimana tembok di sekitar mereka berlindung berlubang karena tembakan tentara Israel.

Jamal terluka parah sementara anaknya Muhammad al Durrah tewas. Peristiwa itu direkam oleh Jurnalis Freelance Palestina, Talal Abu Rahma yang biasa bekerjasama dengan French 2. Hasil rekaman videonya kemudian disiarkan oleh TV Perancis, The French 2 Channel.

Muhammad dan ayahnya Jamal kemudian dibawa ke Rumah Sakit Shifa di Gaza.

Sekuense dari Video Rekaman Penembakan Muhammad Al Durrah dan Ayahnya Jamal

Ketika diwawancara BBC, Jamal mengatakan bahwa anaknya meminta perlindungan ayahnya. ”Demi Allah lindungi aku ayah” kata Muhammad. Namun tentara Israel terus menembak tanpa henti. Tentara Israel bahkan menembaki ambulan yang berusaha menyelamatkan mereka sehingga supirnya, Bassam al Bilbeisi tewas dan melukai lainnya.

Jamal luka parah dan Muhammad al DurraMeski pada awalnya pemerintah Israel segera minta maaf. Namun juru propaganda Israel berusaha menyangkal hal itu. Mereka menganggap hal itu dusta. Muhammad dan ayahnya hanya berpura-pura, kata mereka. Tak mungkin peluru bisa mengenai mereka karena mereka berlindung di balik tong. Padahal senapan mesin Israel tidak hanya mampu menembus tong, tapi juga badan mobil yang terbuat dari baja dan tembok di sekitar tempat berlindung Muhammad dan ayahnya.

Kekejaman tentara Israel yang tega membantai wanita dan anak-anak tak lepas dari Kitab Suci mereka, Torat, yang sudah dirubah oleh tangan mereka. Perintah Tuhan untuk membantai laki-laki dan perempuan, anak-anak dan bayi serta hewan yang tak berdosa:

“15:1. Berkatalah Samuel kepada Saul: “Aku telah diutus oleh TUHAN untuk mengurapi engkau menjadi raja atas Israel, umat-Nya; oleh sebab itu, dengarkanlah bunyi firman TUHAN.

15:2 Beginilah firman TUHAN semesta alam: Aku akan membalas apa yang dilakukan orang Amalek kepada orang Israel, karena orang Amalek menghalang-halangi mereka, ketika orang Israel pergi dari Mesir.

15:3 Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai.”

15:4 Lalu Saul memanggil rakyat berkumpul dan memeriksa barisan mereka di Telaim: ada dua ratus ribu orang pasukan berjalan kaki dan sepuluh ribu orang Yehuda.

15:5 Setelah Saul sampai ke kota orang Amalek, disuruhnyalah orang-orang menghadang di lembah.

15:6 Berkatalah Saul kepada orang Keni: “Berangkatlah, menjauhlah, pergilah dari tengah-tengah orang Amalek, supaya jangan kulenyapkan kamu bersama-sama dengan mereka. Bukankah kamu telah menunjukkan persahabatanmu kepada semua orang Israel, ketika mereka pergi dari Mesir?” Sesudah itu menjauhlah orang Keni dari tengah-tengah orang Amalek.

15:7 Lalu Saul memukul kalah orang Amalek mulai dari Hawila sampai ke Syur, yang di sebelah timur Mesir.

15:8 Agag, raja orang Amalek, ditangkapnya hidup-hidup, tetapi segenap rakyatnya ditumpasnya dengan mata pedang.

15:9 Tetapi Saul dan rakyat itu menyelamatkan Agag dan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dan tambun, pula anak domba dan segala yang berharga: tidak mau mereka menumpas semuanya itu. Tetapi segala hewan yang tidak berharga dan yang buruk, itulah yang ditumpas mereka.

15:10. Lalu datanglah firman TUHAN kepada Samuel, demikian:

15:11 “Aku menyesal, karena Aku telah menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak melaksanakan firman-Ku.” Maka sakit hatilah Samuel dan ia berseru-seru kepada TUHAN semalam-malaman.” (I Samuel 15:1-11)

Dengan kekejaman bangsa Yahudi, tak heran jika Allah dalam surat Al Fatihah mengatakan bahwa orang Yahudi adalah orang yang dimurkai Allah (Al Maghdub)

”Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israil[432], dan telah Kami utus kepada mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.” [Al Maa’idah:70]

http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_al-Durrah

In an interview with the father, the BBC reported that Muhammad had pleaded with his father for protection. “For the love of God protect me, Baba (Dad),”.[16] The boy’s father told the BBC that Israeli troops had fired relentlessly, and had shot at an ambulance that tried to rescue the pair, killing the ambulance driver, Bassam al-Bilbeisi,[8] and injuring another.

The father said: “I appeal to the entire world, to all those who have seen this crime to act and help me avenge my son’s death and to put on trial Israel …” He said he planned to take Israel to the international courts.[16] In another interview, he said his son had died for “the sake of Al-Aqsa Mosque,” which was the subject of Palestinian protests at the time following a controversial visit by the Israeli politician Ariel Sharon

Foto-foto Kebiadaban Israel terhadap Bangsa Palestina

Ini adalah foto-foto kebiadaban Israel terhadap bangsa Palestina. Gambar-gambar tersebut menjelaskan kekejaman Israel yang disebut Allah dalam surat Al Fatihah sebagai Al Maghdlub (Orang yang dimurkai Allah).

Israel Soldier pointing gun at a terrified child

Foto seorang tentara Israel menodongkan senapannya ke anak kecil yang ketakutan di depan ayah dan ibunya. Apakah tentara Israel itu manusia atau binatang yang tidak punya hati?

Israel killing Palestine children

Foto mayat anak yang dibunuh tentara Israel.

Israel killing babiesFoto mayat bayi yang dibunuh tentara Israel

Israel kill American and English women

Foto wanita Amerika dan Inggris yang dibunuh Israel

Israel robbing Palestine landIsrael terus merampas tanah bangsa Palestina. Itulah sebabnya mengapa bangsa Palestina yang disebut “Teroris” oleh Israel dan antek-anteknya melawan balik Israel.

Israel bisa membunuh bangsa Palestina dengan senjata illegal rudal cluster dan bom kimia yang diluncurkan dari pesawat dan helikopter tempur yang diberikan oleh pemerintah AS. Israel bisa membunuh bayi dan anak-anak Palestina sebanyak mereka mau tanpa sanksi apa pun dengan dukungan pemerintah AS.

US tax payers money sent to Israel by US governmentPemerintah AS memberikan milyaran dollar uang pembayar pajak AS ke Israel.

Pemerintah AS akan memveto semua resolusi yang mengutuk kekejaman Israel sebab tidak ada seorang pun yang bisa jadi presiden AS tanpa dukungan dana jutawan dan media massa Yahudi AS (contohnya: CNN).

Israel membom sekolah PBB yang menewaskan 34 anak tanpa sanksi invasi yang dilakukan AS di Irak dan Afghanistan. Bahkan sanksi ekonomi AS seperti yang diterima Iran pun tidak.

Siapa yang akan menolong bayi dan anak-anak Palestina dari kebiadaban Israel?

Mohon disebarkan foto-foto ini (di www.syiarislam.wordpress.com) kepada teman dan saudara anda. Jangan biarkan mereka mati tanpa ada yang tahu dan mengingatnya.

Zionisme Israel, Imperialisme Barat, dan Terorisme Keduanya


Pengen tahu, kata-kata aneh sebangsa Zionis, yahudi, Imperialisme dan sebagainya? simak artikel berikut ini, cukup jelas dan gamblang uraian kang arief.

Zionisme Israel
Sebelum berbicara mengenai Zionisme Israel, kita harus memahami terlebih dulu hubungan antara Yahudi dengan Zionisme. Dari apa yang dinyatakan Roger Geraudy dalam The Case of Israel-nya, ada isyarat bahwa ketika berbicara mengenai Yahudi, hal itu terkait dengan: (1) Yahudi sebagai agama; (2) Yahudi sebagai sebuah bangsa; (3) Yahudi sebagai keturunan; (4) Yahudi sebagai sebuah gerakan politik (baca: Zionisme). Para tokoh Yahudi sendiri memiliki penafsiran yang berbeda tentang permasalahan tersebut.

Sebagai sebuah agama, bangsa, sekaligus keturunan, Yahudi telah eksis sejak berabad-abad yang lalu; bahkan sejak zaman Nabi Musa a.s. Sementara itu, Yahudi sebagai gerakan politik adalah fenomena baru yang lahir pada masa imperialisme dan kolonialisme Barat. Dengan kata lain, Zionisme adalah pemikiran baru, bukan bagian dari historisitas Yahudi Internasional, tetapi derivat dari pemikiran Barat, khususnya Eropa. Pakar politik dan pemikir Kristen justru mengenal paham Zionisme sebelum paham itu terlintas di benak orang Yahudi. Paham itu bermula dari pengusiran-pengusiran orang-orang Yahudi. Tidak tahan dengan perlakukan seperti itu, kaum Yahudi kemudian melakukan eksodus besar-besaran ke Eropa. Kejadian ini telah membuat orang-orang Eropa merasa risih terhadap keberadaan mereka. Akhirnya, orang-orang Eropa berkeinginan memindahkan mereka dari daratan Eropa. Hal ini telah mendorong mereka untuk mencari tempat berlindung. Inilah alasan yang menyebabkan negara-negara Eropa, terutama Inggris, membentuk gerakan-gerakan Yahudi bukan untuk kebaikan Yahudi, bukan pula sebagai wujud belas kasihan kepada Yahudi, tetapi sebagai jembatan untuk mempertahankan kepentingan Eropa di wilayahnya.

Zionisme adalah gerakan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi untuk mendirikan negara khusus bagi komunitas Yahudi (di Palestina). Negara ini merupakan institusi yang mengumpulkan kembali orang-orang Yahudi yang sudah bertebaran di seluruh dunia (diaspora).

Secara politis, tahun 1882 adalah titik-tolak keinginan tokoh-tokoh Yahudi untuk mewujudkan negara Zionis Israel.?Ø¢ Theodore Hertzl merupakan tokoh kunci yang mencetuskan ide pembentukan negara tersebut. Ia menyusun doktrin Zionismenya dalam bukunya berjudul Ø£¢Ã¢‚¬?der JudenstaadØ£¢Ã¢‚¬Ã¢„¢ (The Jewish State).?Ø¢ Sejak tahun 1882, Zionisme merupakan sebuah gerakan politik yang secara sistematis berusaha mewujudkan negara Yahudi. Secara nyata, gerakan ini didukung oleh tokoh-tokoh Yahudi yang hadir dalam kongres pertama Yahudi Internasional di Basel (Swiss) tahun 1895. Kongres tersebut dihadiri oleh sekitar 300 orang, mewakili 50 organisasi zionis yang terpencar di seluruh dunia. Mereka lalu mendirikan basis kekuatannya di Wina (Austria) tahun 1896.

Imperialisme Barat
Dilihat dari perkembangan sejarah dunia, terutama sejak masa renaissance di Eropa hingga kini, dunia telah dibentuk dengan ide-ideØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌baik yang mendasar ataupun turunanØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌yang sebagian besarnya dimunculkan oleh orang-orang keturunan Yahudi (Ini berarti terkait dengan Yahudi sebagai keturunan). Hal inilah yang disimpulkan oleh Max I Dimont seorang Yahudi, yang secara angkuh mengungkapkan dalam bukunya, Jews, God, and History. Buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Desain Yahudi atau Kehendak Tuhan ini, membuat sebuah paragrap penutup, Ø£¢Ã¢‚¬Ø¥“Jika seseorang memandang pencapaian Yahudi melalui kaca mata meterialistik, ia hanya melihat sebuah minoritas tak berarti yang hanya memiliki secuplik negeri?Ø¢ dan sedikit bataliyon. Ini tampaknya musykil. Akan tidak tampak musykil jika orang menanggalkan prasangka-perasangka yang menutup mata dan memandang dunia bukan sebagai Ø£¢Ã¢‚¬Ø¥“bendaØ£¢Ã¢‚¬? tetapi sebagai sebuah Ø£¢Ã¢‚¬Ø¥“ideØ£¢Ã¢‚¬?. Si orang itu pasti akan melihat bahwa dua pertiga ide dunia beradab sudah diatur oleh ide-ide bangsa YahudiØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌ide Moses, Jesus, Paul, Spinoza, Marx, Freud, Einstein,Ø£¢Ã¢‚¬Ø¢¦.Ø£¢Ã¢‚¬?

Dalam sudut pandang ideologi, ada tiga ide besar yang tidak bisa dilepaskan dari pemikiran dan keterlibatan orang-orang Yahudi, yakni Kapitalisme, Sosialisme, dan Zionisme.

Kapitalisme dan Sosialisme pertama kali digagas di Eropa. Ideologi ini dibangun atas dasar pemikiran-pemikiran mendasar tentang manusia dan kehidupan. Peran orang-orang Yahudi untuk menghasilkan ide-ide yang merusak dunia ini sangatlah besar. Seperti yang ditulis oleh Max I Dimont ketika mengomentari masa kebangkitan Eropa (renaissance), Ø£¢Ã¢‚¬Ø¥“Tetapi citra akan terkaburkan jika kita menghapuskan nama-nama kontributor Yahudi. Dalam periode ini, menjulang tinggi figur-figur Yahudi seperti Marx, Freud, Bergson, EinsteinØ£¢Ã¢‚¬Ø¢¦Ø£¢Ã¢‚¬?.

Dari Karl Marx muncul ideologi Sosialisme, termasuk Komunisme. Masih dalam buku yang sama, Max I Dimont memberikan komentar tentang Karl MarxØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌tentunya dengan sudut pandang Yahudi-nya yang sangat kental, Ø£¢Ã¢‚¬Ø¥“Karl Marx, anak seorang Yahudi yang berada, dilahirkan pada tahun 1818 di Trier, JermanØ£¢Ã¢‚¬Ø¢¦Ø£¢Ã¢‚¬?

Ide ekonomi kapitalis dunia tidak bisa juga dilepaskan dari seorang David Ricardo. Dia dianggap sebagai Bapak Kapitalisme yang telah merumuskan teori-teori ekonomi Kapitalisme penting tentang utang, kepemilikan, upah, dan tentang kuantitas uang. Bagaimana kedekatan David Ricardo ini dengan Yahudi? Kembali Max I. Dimont menulis, Ø£¢Ã¢‚¬Ø¥“Ø£¢Ã¢‚¬Ø¢¦Ayah Ricardo telah mengadakan kebaktian Yahudi untuk pemakaman anaknya ituØ£¢Ã¢‚¬Ø¢¦Ø£¢Ã¢‚¬?

Apa yang dirasakan oleh manusia dengan kedua ideologi yang dicetuskan oleh orang-orang Yahudi ini? Kedua ideologi ini telah membawa kehancuran yang dahsyat bagi dunia, terutama karena kedua-duanya menjadikan imperialisme (penjajahan) sebagai instrumen untuk meneguhkan sekaligus mengembangkan dirinya ke seluruh dunia.

Hubungan Zionisme dengan Imperialisme
Lalu, bagaimana hubungan antara Kapitalisme dan SosialismeØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌yang sama-sama menggunakan imperialisme sebagai instrumennyaØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌dengan Yahudi sebagai sebuah agama dan Yahudi sebagai sebuah gerakan politik (Zionisme)?

Sebagai sebuah agama yang hanya bersifat ritual dan spiritual, Yahudi tidak bisa berdiri sendiri. Agama Yahudi membutuhkan sebuah ideologi politik. Oleh karena itu, para penganut agama Yahudi ada yang bergabung dengan ideologi Kapitalisme dan ada pula yang bergabung dengan Sosialisme.

Namun demikian, sebagai sebuah gerakan politik (Zionisme), Yahudi lebih memanfaatkan KapitalismeØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌yang memang lebih dominan sekaligus lebih berjaya dengan imperialismenyaØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌sebagai kendaraan politiknya. Oleh karena itu, Zionisme berhasil menuai berbagai keuntungan politis berkat dukungan imperialisme Barat sejak dimulainya imperialisme tersebut hingga saat ini.

Dibandingkan dengan imperialisme BaratØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌meskipun secara tidak langsung dicetuskan oleh orang-orang Yahudi karena merekalah yang menggagas ideologi KapitalismeØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌Zionisme jelas kalah pamor. Kepentingan imperialisme sendiri muncul lebih awal ketimbang kemunculan gerakan bersatunya Yahudi sebagai kekuatan politik yang sangat berpengaruh di Barat. Historisitas gerakan Zionisme bukan bagian dari historisitas Yahudi internasional dan tidak pernah dikenal oleh orang-orang Yahudi Yaman, India, atau Irak; tetapi hanya dikenal oleh orang-orang Yahudi di Dunia Barat. Gerakan ini juga tidak pernah dikenal pada abad pertengahan, melainkan baru dikenal pada abad ke-19, yakni bersamaan dengan meletusnya peperangan melawan imperialisme Barat di berbagai wilayah.

Karena kesadaran pengikut zionis akan pentingnya bersandar kepada pihak luar, maka mereka bergabung dengan sentral kekuatan imperialisme yang mampu untuk menjamin perlindungan dan keamanan terhadap mereka. Untuk itu, Yahudi memindahkan kegiatan dan markas mereka ke Amerika, agar terus mendapat jaminan perlindungan dan keamanan Amerika.

Simbiosis Barat imperialis dengan kaum Zionis Yahudi menemukan bentuk idealnya ketika mereka bersama-sama menghadapi kekuatan kaum Muslim yang saat itu berada di bawah naungan Daulah Islamiyah Utsmaniyah. Orang-orang Yahudi Ø£¢Ã¢‚¬?relaØ£¢Ã¢‚¬Ã¢„¢ mengubur permusuhannya dengan orang-orang Barat Kristen. Padahal, mereka belum pupus ingatannya terhadap peristiwa yang menimpa warga Yahudi Eropa, tatkala Raja Spanyol yang beragama Katolik bertanggung jawab terhadap pembantaian dan pemusnahan kaum Yahudi dari daratan Eropa, tidak lama setelah jatuhnya benteng Islam terakhir di wilayah AndalusiaØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌sekarang menjadi daerah Portugal dan SpanyolØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌tahun 1492.

Zionisme Israel, Imperialisme AS, dan Terorisme Keduanya di Dunia Islam
Kita tahu, sejak tampil sebagai pemenang dalam Perang Dunia II dan juga Perang Dingin hingga saat ini, pijakan kebijakan politik luar negeri ASØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌sebagai pengusung utama ideologi kapitalismeØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌sebetulnya tidak pernah berubah, yakni imperialisme (penjajahan). Yang berubah adalah cara dan sarananya saja. Jika di masa lalu imperialisme lebih menonjolkan kekuatan fisik (militer), maka saat ini instrumen yang digunakan adalah politik dan ekonomi. Pada era imperialisme non-fisik inilah hubungan Zionisme dengan sentra kekuatan imperialisme Barat ini, terutama AS, jutru semakin erat dan bahkan semakin Ø£¢Ã¢‚¬?mesraØ£¢Ã¢‚¬Ã¢„¢. Hal itu dapat dilihat dari berbagai kebijakan politik luar negeri (baca: imperialisme) Amerika, khususnya di Timur Tengah, yang selalu menguntungkan kaum Zionis. Keduanya bahkan sama-sama terlibat secara intens di dalam menebarkan teror di Dunia Islam.

Hal ini sebetulnya mudah dipahami ketika kita mengetahui siapa sesungguhnya yang menentukan kebijakan politik luar negeri Amerika. Menurut beberapa sumber bahwa politik luar negeri AS banyak dipengaruhi Kongres dan lobi Yahudi; di samping agen intelijen dan media massa.

Kongres dan lobi Yahudi yang dikenal dengan AIPAC (American-Israel Public Affairs Committee) memainkan peranan vital dalam politik LN Amerika sejak tahun 1960-an walaupun implikasinya tidak kentara (invisible) di lapangan, tetapi mereka yang bertanggung jawab dalam hal tersebut sangat merasakan sepak terjangnya yang kuat. Kongres memainkan peran substansial dalam membentuk kebijakan LN Amerika, terutama untuk kawasan Timur Tengah, antara lain dengan melindungi keamanan entitas Zionis, eksistensi, dan superioritasnya di berbagai aspek karena entitas ini diproyeksikan sebagai agen Barat kawasan ini. Konsekuensinya, Kongres konsisten membuat segala upaya untuk mengalokasikan porsi bantuan LN yang signifikan buat Israel pada saat konflik Israel vis-a-vis Arab terus bereskalasi.

Di saat PBB mengeluarkan resolusi yang sangat lunak tentang kebiadaban Israel baru-baru ini, Kongres AS berbuat sebaliknya. Mereka melakukan voting untuk mengecam Palestina. Hasilnya 365 suara?Ø¢ mendukung dan hanya 30 suara menentang. Inilah gambaran demikian kuatnya pengaruh Yahudi di Amerika Serikat.

Kenapa Yahudi demikian kuat di AS padahal jumlah mereka sedikit. Edward Tivnan dalam bukunya The Lobby, Jewish Political?Ø¢ Power and American Foreign Policy?Ø¢ meneliti tentang sejauh mana kekuatan masyarakat Yahudi di AS. Dalam buku itu disebutkan beberapa sumber kekuatan Yahudi dalam politik AS, antara lain:

Pertama, senjata politik. Lewat ini kelompok Yahudi akan dapat mencap atau memberi label anti Israel, Pro Arab, atau anti semit kepada mereka yang mengeritik Israel.

Kedua, suara (vote) masyarakat Yahudi. Meskipun Amerika memiliki tradisi demokrasi yang kental, namun sesungguhnya hanya sedikit penduduk AS yang memberikan suaranya, bahkan hampir setengah dari pemilih tidak memberikan suara. Sebaliknya enam juta Yahudi yang hanya 3 % dari seluruh penduduk?Ø¢ bisa secara maksimal memberikan 90 % suara mereka.

Ketiga, kemampuan orang-orang Yahudi untuk memberikan uang dalam kampanye-kampanye politik. Kekuatan uangØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌yang menonjolØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌dalam pemilihan di Amerika Serikat hampir seusia dengan negara ini. Yahudi pertama yang memberikan dana politik nasional adalah seorang bankir Yahudi bernama Abraham Feinberg. Dia merupakan penyokong dana pemilihan Hary Truman dan John?Ø¢ F. Kennedy. Yahudi Amerika Serikat sangat Ø£¢Ã¢‚¬?dermawanØ£¢Ã¢‚¬Ã¢„¢ terhadap calon yang mereka percaya akan mendukung kepentingan mereka.

Di samping itu, setiap orang mengakui bahwa media massa merupakan elemen tak terpisahkan dari proses politik Amerika yang secara tidak langsung memberikan kontribusi pada politik LN-nya. Liputan media selalu saja memberikan impresi negative dan pandangan miring terhadap orang Arab dan komunitas Islam. Pada sisi lain, media Amerika secara konsisten mempresentasikan Israel dalam a positive light, kendati kebrutalan dan kebiadaban terus dilakukannya. Tidak dipungkiri memang bahwa media Amerika telah didominasi oleh Yahudi yang berhasil menampilkan sosok rakyat Arab dan umat Islam seperti monster yang menteror dan mendestabilkan dunia.

Dari 1.700 koran terbitan AS, 3 % adalah milik Yahudi. Jumlah ini mencakup surat kabar yang terkemuka terutama dalam masalah internasional. Misalnya The New York Times dan The Washington Post. Hartawan Yahudi AS juga menguasai majalah mingguan yang berpengaruh seperti Newsweek, Time, US News & World Report, ataupun juga mingguan intelektual seperti Nation,?Ø¢ New Republic, The New York Times Review of Books, dan lain-lain. Mereka juga menguasai tiga televisi besar di AS seperti The Columbia Broadcasting System, The American Broadcasting Corporation, dan The National Broadcasting Corporation. Perlu dicatat orang AS lebih suka?Ø¢ menontot TV dari pada membaca. Dengan demikian, pengaruh TV di AS untuk membentuk opini sangatlah?Ø¢ besar.

Lebih dari itu, eratnya hubungan Zionisme dengan imperialisme AS dapat dilihat dari beberapa fakta berikut.

Semasa masih menjadi presiden, di Los Angeles, Bill Clinton (14/8/2000), misalnya, pernah berkata, Ø£¢Ã¢‚¬Ø¥“Kami harus menjalin hubungan erat dengan Israel, sebagaimana telah saya lakukan sepanjang kekuasaan saya sebagai presiden dan sepanjang 52 tahun lampau.Ø£¢Ã¢‚¬?

Sementara itu, pada awal-awal kekuasaannya sebagai presiden AS, George W. Bush berkomentar pada jumpa pers yang ia lakukan dengan Toni Blair di Kamp David pada tanggal 23/2/2001, Ø£¢Ã¢‚¬Ø¥“Kami akan mengulang kembali seluruh kebijakan-kebijakan politik (sebelumnya) untuk wilayah-wilayah dunia. Salah satunya adalah wilayah yang telah menyita sebagian besar waktu, yakni sekitar Teluk Persia dan Timur Tengah.Ø£¢Ã¢‚¬?

Dua pekan sebelumnya, Bush ketika mengucapkan selamat kepada Ariel Sharon dalam Pemilu tanggal 6/2/2001, menyatakan, Ø£¢Ã¢‚¬Ø¥“Amerika akan bekerjasama dengan semua pemimpin Israel; sejak berdirinya pada tahun 1948. Hubungan bilateral kami sangat kokoh layaknya batu karang; sebagaimana komitmen Amerika terhadap keamanan Israel dan adanya kepercayaan besar terhadap PM Sharon.Ø£¢Ã¢‚¬?

Demikianlah sikap resmi pemerintah AS terhadap Israel. Wajar jika berbagai kebijakan politik yang ditempuh IsraelØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌termasuk tindakan terorismeØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌di Timur Tengah akan selalu mendapatkan dukungan atau, paling tidak, restu dari AS.

Sikap Umat Islam
Dari paparan di atas, belum terlambat waktunya bagi kaum Muslim untuk menyadari bahwa musuh mereka saat ini adalah Zionisme Israel dan Imperialisme Barat (terutama AS). Oleh karena itu, sudah saatnya pula kaum Muslim menjadikan mereka sebagai musuh utama yang segera harus dimusnahkan di muka bumi. Sayangnya, hal itu mustahil dapat dilakukan jika kaum Muslim tidak memiliki sebuah institusi yang kuat; sebuah institusi (negara) yang berbasiskan ideologi Islam. Sebab, ideologi BaratØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌yakni Kapitalisme yang melahirkan imperialisme dan ZionismeØ£¢Ã¢‚¬Ã¢€‌hanya mungkin dilawan dengan ideologi Islam, dan institusi (negara) semacam AS dan Yahudi hanya mungkin dapat dilawan dengan institusi (negara) Islam, yakni Khilafah Islam. Tanpa ideologi Islam dan Khilafah Islam, jangan berharap kita mampu menghancurkan AS dan Yahudi; bahkan sekadar untuk melepaskan diri dari cengkeraman keduanya. Wallahu aØ£¢Ã¢‚¬Ã¢„¢lam bish-shaw?Ø¢¢b. [Oleh Arief B. Iskandar, redaktur pelaksana Jurnal al-waØ£¢Ã¢‚¬Ã¢„¢ie, tinggal di Bogor]

Zionisme: Sebuah Nasionalisme Sekuler yang Mengkhianati Yudaisme


Zionisme dibawa ke dalam agenda dunia di akhir-akhir abad ke sembilan belas oleh Theodor Herzl (1860-1904), seorang wartawan Yahudi asal Austria. Baik Herzl maupun rekan-rekannya adalah orang-orang yang memiliki keyakinan agama yang sangat lemah, jika tidak ada sama sekali. Mereka melihat "Keyahudian" sebagai sebuah nama ras, bukan sebuah masyarakat beriman. Mereka mengusulkan agar orang-orang Yahudi menjadi sebuah ras terpisah dari bangsa Eropa, yang mustahil bagi mereka untuk hidup bersama, dan bahwa penting artinya bagi mereka untuk membangun tanah air mereka sendiri. Mereka tidak mengandalkan pemikiran keagamaan ketika memutuskan tanah air manakah itu seharusnya. Theodor Herzl, sang pendiri Zionisme, suatu kali memikirkan Uganda, dan ini lalu dikenal sebagai "Uganda Plan." Sang Zionis kemudian memutuskan Palestina. Alasannya adalah Palestina dianggap sebagai "tanah air bersejarah bagi orang-orang Yahudi", dibandingkan segala kepentingan keagamaan apa pun yang dimilikinya untuk mereka.

Sang Zionis melakukan upaya-upaya besar untuk mengajak orang-orang Yahudi lainnya menerima gagasan yang tak sesuai agama ini. Organisasi Zionis Dunia yang baru melakukan upaya propaganda besar di hampir semua negara yang berpenduduk Yahudi, dan mulai berpendapat bahwa Yahudi tidak dapat hidup dengan damai dengan bangsa-bangsa lainnya dan bahwa mereka adalah "ras" yang terpisah. Oleh karena itu, mereka harus bergerak dan menduduki Palestina. Sebagian besar orang Yahudi mengabaikan himbauan ini.


Petani dan Tembok Ratapan di depannya, yang menggambarkan pemimpin Zionis Max Nordau, Theodor Herzl, dan Prof. Mandelstamm, melukiskan "Impian Zionis."

Menurut negarawan Israel Amnon Rubinstein: "Zionisme (dulu) adalah sebuah pengkhianatan atas tanah air mereka (Yahudi) dan sinagog para Rabbi".15 Oleh karena itu banyak orang-orang Yahudi yang mengkritik ideologi Zionisme. Rabbi Hirsch, salah satu pemimpin keagamaan terkemuka saat itu berkata, "Zionisme ingin menamai orang-orang Yahudi sebagai sebuah lembaga nasional…. yang merupakan sebuah penyimpangan."16

Pemikir Islam Prancis yang terkenal Roger Garaudy melukiskan hal ini dalam sebuah pembahasan:

Musuh terburuk keyakinan Yahudi yang jauh ke depan adalah logika para nasionalis, rasis, dan kolonialis dari Zionisme kebangsaan, yang dilahirkan dari nasionalisme, rasisme, dan kolonialisme abad ke-19 di Eropa. Logika ini, yang menginspirasi semua penjajahan Barat dan semua perang antara satu nasionalisme dengan nasionalisme lainnya, adalah sebuah logika yang membunuh diri sendiri. Tidak ada masa depan atau keamanan bagi Israel dan tidak ada keamanan di Timur Tengah kecuali jika Israel meninggalkan paham Zionismenya dan kembali ke agama Ibrahim, yang adalah warisan bersama, bersifat keagamaan, dan persaudaraan dari tiga agama wahyu: Yudaisme, Nasrani, dan Islam.17

Dengan cara ini, Zionisme memasuki politik dunia sebagai sebuah ideologi rasis yang menganut paham bahwa Yahudi seharusnya tidak hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. Pertama-tama, ini adalah gagasan yang keliru yang menciptakan masalah parah bagi dan tekanan atas orang-orang Yahudi yang hidup dalam belenggu ini. Kemudian, bagi orang-orang Islam di Timur Tengah, paham ini membawa kebijakan Israel tentang pendudukan dan perebutan wilayah bersama-sama dengan kemiskinan, teror, pertumpahan darah, dan kematian.

Pendeknya, Zionisme sebenarnya adalah sebuah bentuk nasionalisme sekuler yang berasal dari filsafat sekuler, bukan dari agama. Akan tetapi, seperti dalam bentuk nasionalisme lainnya, Zionisme juga berusaha menggunakan agama untuk tujuannya sendiri.

Kesalahan Penafsiran Taurat oleh Para Zionis

Taurat adalah sebuah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Musa. Allah berkata dalam Al-Qur'an: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)…" (Al-Qur'an, 5:44). Al-Qur'an juga berkata bahwa Taurat kemudian akan dikotori oleh perkataan manusia di dalamnya. Inilah kenapa apa yang kita miliki saat ini adalah "Taurat yang menyimpang."

Akan tetapi, sebuah penelitian lebih dekat mengungkap adanya kebanyakan kebenaran agama yang terkandung dalam Kitab yang pernah diwahyukan ini, seperti keimanan kepada Allah, penghambaan diri kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, takut kepada Allah, cinta kepada Allah, keadilan, kasih sayang, cinta kasih, melawan kekejaman dan ketidakadilan, yang semuanya ditemukan di seluruh Taurat dan kitab lainnya dari Perjanjian Lama.

Terlepas dari ini, perang yang terjadi dalam sejarah dan pembunuhan yang terjadi karenanya juga disebutkan di dalam Taurat. Jika manusia ingin menemukan sebuah dasar, meskipun dengan memutarbalikkan kenyataan, untuk kekejaman, pembantaian, dan pembunuhan, mereka bisa menjadikan bab-bab dalam Taurat tersebut sebagai acuan. Zionisme memilih cara mutlak yang mengesahkan terorismenya, yang sebenarnya adalah sebuah terorisme fasis. Dan, ini sangat berhasil. Misalnya, Zionisme menggunakan bab-bab (dari Taurat) yang terkait dengan perang dan pembantaian untuk mengesahkan pembantaian orang-orang Palestina yang tak berdosa. Padahal, ini adalah sebuah penafsiran menyimpang yang disengaja. Zionisme menggunakan agama untuk mengesahkan fasismenya dan ideologi rasisnya.

Para Zionis juga mendasarkan pernyataan mereka pada penafsiran mereka tentang ayat-ayat yang berhubungan dengan "orang pilihan" yang pernah dikaruniakan Allah kepada orang Yahudi suatu kali. Beberapa ayat Al-Qur'an berhubungan dengan persoalan ini:

Hai Bani Israil, ingatlah akan ni'mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat45. (Qur'an, 2:47)

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezki-rezki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). (Qur'an, 45:16)

Al-Qur'an menerangkan bagaimana pada suatu kali Allah memberkati orang-orang Yahudi, dan bagaimana pada kali lainnya Dia menjadikan mereka berkuasa atas bangsa-bangsa lain. Namun ayat-ayat ini tidaklah menyiratkan "orang pilihan" seperti apa yang dipahami orang-orang Yahudi radikal. Ayat-ayat tersebut menunjukkan kenyataan bahwa banyak nabi-nabi yang datang dari keturunan ini, dan bahwa orang-orang Yahudi memerintah di daerah yang luas pada saat itu. Ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa dengan berkat kedudukan kekuasaan mereka, mereka "lebih diutamakan di atas semua manusia lain." Ketika mereka menolak Isa, ciri ini pun berakhir.

Al-Qur'an menyatakan bahwa orang yang terpilih tersebut adalah para nabi dan orang-orang beriman yang Allah tunjuki kepada kebenaran. Ayat-ayat ini menyebutkan bahwa para nabi itu telah dipilih, ditunjuki jalan yang benar, dan diberkati. Berikut ini adalah beberapa ayat yang terkait dengan persoalan ini:

Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya90 di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. (Qur'an, 2: 130)

Dan Kami lebihkan (pula) derajat sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus. Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmat dan kenabian Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. (Qur'an, 6:87-89)

Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi ni'mat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (Qur'an, 19:58)

Namun orang-orang Yahudi radikal, yang mempercayai keterangan menyimpang, melihat "orang yang terpilih" sebagai ciri kebangsaan sehingga mereka menganggap setiap orang Yahudi terlahir unggul dan bahwa Bani Israil selamanya dianggap unggul dari semua manusia lainnya.

Penyimpangan kedua yang terbesar dari sudut pandang ini menampilkan anggapan keunggulan ini sebagai "suatu perintah untuk melakukan kekejaman atas bangsa lain." Untuk tujuan ini, para Zionis membenarkan perilaku mereka melalui kebencian-kebencian turun-temurun yang bisa ditemukan dalam beberapa hal pada Yudaisme Talmud. Menurut pandangan ini, hal yang lumrah bagi orang-orang Yahudi untuk menipu orang-orang non-Yahudi, untuk merampas hak milik dan bangunan mereka, dan, ketika diperlukan bahkan membunuh mereka, termasuk wanita dan anak-anak.18 Kenyataan menunjukkan, semua ini adalah kejahatan yang melecehkan agama sejati, karena Allah memerintahkan kita untuk melestarikan keadilan, kejujuran, dan hak orang-orang tertindas, dan hidup dalam kedamaian dan cinta.

Lebih jauh lagi, pernyataan anti-non-Yahudi ini bertentangan dengan Taurat itu sendiri, seperti ayat-ayat yang mengutuk penindasan dan kekejaman. Akan tetapi, ideologi rasis Zionisme mengabaikan ayat-ayat seperti itu untuk menciptakan sistem kepercayaan berdasarkan amarah dan kebencian. Tanpa mempedulikan pengaruh ideologi Zionis, beberapa orang Yahudi yang benar-benar percaya pada Allah akan mengetahui bahwa agama mereka mengajarkan mereka untuk tunduk pada ayat-ayat lainnya ini yang memuji perdamaian, cinta, kasih, dan perilaku etis, seperti:

Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran. Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah Tuhan. Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegur orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia. (Perjanjian Lama, Imamat, 19:15-17)

Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?'' (Perjanjian Lama, Mikha, 6:8)

Jangan membunuh. Jangan berzinah. Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. Jangan mengingini rumah sesamamu … (Perjanjian Lama, Keluaran, 20:13-17)

Menurut Al-Qur'an pun, perang hanyalah khusus sebagai sarana mempertahankan diri. Bahkan jika perang akan diumumkan dalam suatu masyarakat, kehidupan orang-orang tak berdosa dan aturan hukum harus dilindungi. Suatu perintah untuk membunuh wanita, anak-anak, dan orang-orang tua tidak dapat disampaikan oleh agama manapun, kecuali hanya oleh tipu-daya yang berkedok agama. Dalam Al-Qur'an, Allah tidak hanya mengutuk jenis kebencian seperti ini namun juga menyatakan bahwa semua manusia sama dalam pandangan-Nya dan bahwa kelebihan seseorang itu tidaklah didasarkan pada ras, keturunan, atau segala kelebihan keduniaan lainnya, melainkan pada ketakwaan - cinta bagi dan kedekatan kepada Allah.

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qur'an, 49:13)

Terlepas dari kedok agamanya yang palsu, alasan sesungguhnya dari ketidakmanusiawian dan kekejaman Zionisme adalah hubungannya dengan mentalitas penjajahan Eropa di abad kesembilan belas. Penjajahan bukan semata sebuah sistem politik atau ekonomi; penjajahan juga sekaligus sebuah ideologi. Zionisme, yang percaya bahwa negara-negara industri Barat mempunyai hak untuk menjajah dan menduduki bangsa-bangsa terkebelakang di wilayah ini, melihat ini sebagai akibat alami dari sebuah proses "seleksi alam" internasional. Dengan kata lain, Zionisme adalah sebuah produk Darwinisme Sosial. Dalam kerangka ideologi ini, Inggris menjajah India, Afrika Selatan, dan Mesir. Prancis menjajah Indocina, Afrika Utara, dan Guyana. Karena terinspirasi oleh contoh-contoh ini, para Zionis memutuskan untuk menjajah Palestina bagi orang-orang Yahudi.

Kolonialisme Zionis menjadi jauh lebih buruk dibanding "rekan-rekannya" Inggris dan Prancis, karena paling tidak mereka (Inggris dan Prancis) mengizinkan daerah pendudukan mereka untuk hidup (setelah menyerah) dan bahkan memberi sumbangan kepada negara pendudukan dengan pendidikan, pemerintahan yang adil, dan prasarana. Namun, seperti yang akan kita lihat nanti, para Zionis tidak mengakui hak-hak orang Palestina untuk hidup; mereka melakukan pembersihan etnis, dan tidak memberi apa pun kepada orang-orang yang mereka jajah. Anda mungkin bahkan berkata mereka tidak memberi satu batu bata pun bagi orang-orang Palestina.

Pertentangan Zionisme dengan Yahudi

Sifat lainnya dari Zionisme adalah kepercayaannya kepada tema-tema propaganda palsu, mungkin yang paling penting adalah semboyan "sebuah tanah tanpa manusia untuk seorang manusia tanpa tanah." Dengan kata lain, Palestina, "tanah tanpa manusia" harus diberikan kepada orang-orang Yahudi, "manusia tanpa tanah." Dalam 20 tahun pertama abad kedua puluh, Organisasi Zionis Dunia menggunakan semboyan ini dengan sepenuh hati untuk meyakinkan pemerintahan Eropa, khususnya Inggris dan rakyatnya bahwa Palestina harus diserahkan kepada orang-orang Yahudi. Pada tahun 1917, akibat kampanye persuasifnya, Inggris mengumumkan Deklarasi Balfour bahwa "Pemerintahan Yang Mulia memandang pentingnya pendirian di Palestina sebuah tanah air nasional bagi orang-orang Yahudi… di Palestina."

Kenyataan menunjukkan, semboyan "tanah tanpa manusia untuk manusia tanpa tanah" ini tidaklah benar. Ketika gerakan Zionis dimulai, orang-orang Yahudi tidaklah "tanpa tanah" dan Palestina pun bukannya tanpa manusia…

Orang-orang Yahudi tidaklah tanpa tanah karena sebagian besar mereka hidup di berbagai negara dengan damai dan aman. Khususnya di negara-negara industri Barat, persekutuan ibadat Yahudi tidak punya keluhan apa pun tentang kehidupan mereka. Bagi sebagian besar mereka, gagasan meninggalkan negara mereka untuk pindah ke Palestina tidak pernah terlintas dalam benak mereka. Kenyataan ini akan muncul belakangan ketika ajakan Zionis untuk “Pindah ke Palestina” secara luas diabaikan. Dalam tahun-tahun berikutnya, orang-orang Yahudi anti-Zionis yang kita bicarakan ini secara aktif menolak gerakan Zionis melalui ikatan-ikatan yang mereka dirikan sendiri.

Menerima dukungan resmi dengan Deklarasi Balfour, para Zionis merasakan dirinya berada dalam keadaan yang sulit ketika banyak saudara-saudara Yahudinya menolak pindah. Dalam hal ini, pernyataan Chaim Weizman sangat menohok:

Deklarasi Balfour pada 1917 diputuskan di awang-awang… setiap hari dan setiap jam dalam 10 tahun terakhir ini, ketika membuka surat kabar, saya berpikir: kapan hembusan angin surga lainnya datang? Saya terguncang karena takut Pemerintah Inggris akan memanggil saya dan bertanya: “Beritahu kami, apakah Organisasi Zionis ini? Di manakah mereka, para Zionismu?”... Orang-orang Yahudi, mereka tahu, menentang kami; kami berdiri sendiri di sebuah pulau kecil, sebuah kelompok Yahudi yang amat kecil dengan masa lalu yang asing.19


Surat yang dikirim oleh Menteri Luar Negeri Inggris Sir Arthur Balfour pada Lord Rothschild yang dikenal sebagai “Deklarasi Balfour.” Kanan: gambar surat aslinya; Atas: Sir Balfour.

Oleh karena itu para Zionis mulai terlibat dalam “kegiatan-kegiatan khusus” untuk “mendorong” pindahnya orang Yahudi ke Palestina, bahkan memaksa jika diperlukan, seperti mengganggu orang-orang Yahudi di negara-negara asalnya dan bekerja sama dengan para anti-Semit untuk meyakinkan bahwa pemerintah akan mengusir orang-orang Yahudi. (Lihat Harun Yahya, Soykirim Vahseti (The Holocaust Violence,), Vural Yayincilik, Istambul, 2002). Dengan demikian, Zionisme mengembangkannya sebagai gerakan yang mengganggu dan menteror rakyatnya sendiri.

Sekitar 100.000 orang Yahudi pindah ke Palestina antara tahun 1920-1929.20 Jika kita merenungkan bahwa ada 750.000 orang Palestina pada saat itu, maka 100.000 pasti bukanlah jumlah yang kecil. Organisasi Zionis memegang kendali penuh atas perpindahan ini. Orang-orang Yahudi yang menginjakkan kaki di Palestina ditemui oleh kelompok Zionis, yang menentukan di mana mereka akan tinggal dan pekerjaan apa yang akan mereka lakukan. Perpindahan ini didorong oleh pemimpin-pemimpin Zionis dengan berbagai imbalan. Akibat upaya yang giat di seluruh Palestina, Eropa, dan Rusia, penduduk Yahudi di Palestina mencatat pertumbuhan yang pesat dalam hal jumlah dan tempat tinggalnya. Bersamaan dengan adanya peningkatan kekuasaan Partai Nazi, orang-orang Yahudi di Jerman menghadapi tekanan yang semakin meningkat, suatu perkembangan yang semakin mendorong perpindahan mereka ke Palestina. Kenyataan Zionis mendukung penindasan Yahudi ini adalah sebuah fakta, dan masih menjadi salah satu rahasia sejarah yang paling terpendam. (Lihat Harun Yahya, Soykirim Vahseti (The Holocaust Violence), Vural Yayincilik, Istanbul, 2002)

Pertentangan Zionisme dengan Masyarakat Arab

Para Zionis tidak diragukan lagi telah melakukan kekejaman terburuk kepada orang-orang yang memiliki “sebuah tanah tanpa manusia”: orang-orang Palestina. Semenjak hari ketika Zionisme memasuki Palestina, para pengikutnya telah berusaha untuk menghancurkan orang-orang Palestina. Untuk memberi ruang bagi para imigran Yahudi, baik dipengaruhi oleh gagasan Zionis maupun takut pada anti-Semitisme, orang-orang Palestina terus ditekan, diasingkan, dan diusir dari rumah-rumah dan tanah mereka. Gerakan untuk menduduki dan mengasingkan ini, yang didorong oleh didirikannya Israel pada tahun 1948, menghancurkan kehidupan ratusan ribu orang-orang Palestina. Hingga hari ini, sekitar 3,5 juta orang Palestina masih berjuang untuk kehidupannya sebagai pengungsi dalam keadaan yang paling sulit.

Semenjak 1920an, perpindahan orang Yahudi yang diorganisir oleh Zionis telah dengan mantap mengubah keadaan demografi Palestina dan telah menjadi sebab terpenting berkepanjangannya pertentangan. Statistik yang terkait dengan peningkatan penduduk Yahudi ini secara langsung membuktikan kenyataan ini. Angka-angka ini adalah petunjuk penting tentang bagaimana sebuah kekuatan penjajahan dari luar negeri, kekuatan tanpa hak hukum atas tanah tersebut datang untuk merampok hak-hak penduduk asli.

Menurut catatan-catatan resmi, jumlah imigran Yahudi ke Palestina meningkat dari 100.000 pada tahun 1920an menjadi 232.000 pada tahun 1930an.21 Hingga 1939, penduduk Palestina yang jumlahnya 1,5 juta jiwa telah termasuk 445.000 orang Yahudi. Jumlah mereka, yang hanya 10% saja dari jumlah penduduk 20 tahun sebelumnya, sekarang menjadi 30% dari seluruh penduduk. Pemukiman Yahudi juga berkembang pesat, dan per 1939 orang-orang Yahudi memiliki dua kali dari jumlah tanah yang mereka miliki pada tahun 1920an.

TAHUN
JUMLAH ORANG YAHUDI YANG PINDAH
1920 (September-Oktober)
5.514
1921
9.149
1922
7.844
1923
7.421
1924
12.856
1925
33.801
1926
13.081
1927
2.713
1928
2.178
1929
5.249

Pengumuman resmi Deklarasi Balfour menandai awal perpindahan Yahudi besar-besaran dan cepat ke Palestina. Tabel di kiri memperlihatkan jumlah orang Yahudi yang pindah ke Palestina antara 1920 dan 1929. Selama masa ini, sekitar 100.000 orang Yahudi memasuki Palestina.

British Government, The Political History of Palestine under the British Administration, Palestine Royal Commision Report, Cmd. 5479, 1937, hlm. 279

Per 1947, ada 630.000 orang Yahudi di Palestina dan 1,3 juta orang Palestina. Antara 29 November 1947, ketika Palestina diberi dinding pembatas oleh PBB, dengan 15 Mei 1948, organisasi teroris Zionis mencaplok tiga perempat Palestina. Selama masa itu, jumlah orang-orang Palestina yang tinggal di 500 kota besar, kota kecil, dan desa turun drastis dari 950.000 menjadi 138.000 akibat serangan dan pembantaian. Beberapa di antaranya terbunuh, beberapa terusir.22

Dalam menjelaskan kebijakan pendudukan yang diterapkan Isrel pada tahun 1948, revisionis Israel yang terkenal, Ilan Pappe membuka sebuah rahasia, rencana tak tertulis untuk mengusir orang-orang Arab dari Palestina. Menurut rencana ini, setiap desa atau pemukiman Arab yang tidak menyerah kepada kekuatan Yahudi, yang tidak akan mengibarkan bendera putih, akan dibumihanguskan, dihancurkan, dan orang-orangnya diusir. Setelah keputusan ini dilaksanakan, hanya empat desa yang mengibarkan bendera putih; kota-kota dan desa-desa lainnya pasti akan menjadi sasaran pengusiran.23

Dengan cara ini, 400 desa Palestina terhapus dari peta selama 1949-1949. Hak milik yang ditinggalkan orang-orang Palestina dikuasai oleh orang-orang Yahudi, atas dasar Hukum Hak Milik Tak Ditempati. Hingga tahun 1947, kepemilikan tanah orang-orang Yahudi di Palestina adalah sekitar 6%. Pada saat negara Israel resmi didirikan, kepemilikan itu telah mencapai 90% dari seluruh tanah.24


Kelompok imigran ilegal yang diorganisir oleh pemimpin Zionis berhasil mencapai Palestina meski menghadapi hambatan serius.

Setiap kedatangan orang Yahudi yang baru berarti kekejaman, tekanan, dan kekerasan baru terhadap orang-orang Palestina. Untuk memberi tempat tinggal bagi pendatang baru, organisasi Zionis menggunakan tekanan dan kekuatan untuk mengusir orang-orang Palestina dari tanahnya, yang telah mereka tempati selama berabad-abad, dan pindah ke padang pasir. Joseph Weitz, kepala komite transfer pemerintah Israel pada tahun 1948 menuliskan dalam buku hariannya pada 20 Desember 1940:

Pasti telah jelas bahwa tidak ada ruang untuk dua rakyat dalam negara ini. Tidak ada perkembangan yang akan membawa kita semakin dekat dengan tujuan kita, untuk menjadi rakyat merdeka dalam negara kecil ini. Setelah orang-orang Arab dipindahkan, negara ini akan terbuka luas bagi kita; dengan masih adanya orang Arab yang tinggal, negara ini akan tetap sempit dan terbatas. Satu-satunya jalan adalah memindahkan orang-orang Arab dari sini ke negara-negara tetangga. Semua mereka. Tidak ada satu desa pun, atau satu suku pun yang harus tertinggal.25

TAHUN
JUMLAH ORANG YAHUDI YANG PINDAH
1930
4.944
1931
4.075
1932
9.553
1933
30.327
1934
42.359
1935
61.854
1936
29.727
1937
10.536
1938
12.868
1939
16.405

Gelombang perpindahan orang-orang Yahudi tetap tak surut selama Palestina ditangani Inggris. Akibat upaya yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Zionis, sebanyak 232.000 orang Yahudi bermukim di Palestina antara 1930-1939.

British British Government, The Political History of Palestine under the British Administration, Palestine Royal Commision Report, Cmd. 5479, 1937, hlm. 279

Heilburn, ketua komite pemilihan kembali Jenderal Shlomo Lahat, walikota Tel Aviv, menyatakan pandangan Zionis tentang orang-orang Palestina dalam kata-kata berikut: "Kita harus membunuh semua orang-orang Palestina kecuali mereka tunduk tinggal di sini sebagai budak."26 Banjir kedatangan imigran yang disebabkan oleh pecahnya Perang Dunia II membuat orang-orang Palestina sadar akan apa yang terjadi, sehingga mulai menolak tindakan-tindakan yang tidak adil. Namun, setiap gerakan penolakan dihentikan dengan paksa oleh kekuatan Inggris. Orang-orang Palestina merasakan dirinya berada di bawah tekanan organisasi teroris Zionis di satu sisi, dan tentara-tentara Inggris di sisi lain. Dengan kata lain, mereka menjadi sasaran kepungan dua musuh.


Gambar di kiri menunjukkan orang-orang Yahudi yang pindah ke Palestina pada 1930. Gambar di atas memperlihatkan Yahudi yang tiba pada tahun 1947. Sebelum orang-orang Palestina mengerti apa arti perpindahan ini untuk masa depan mereka, perbandingan penduduk di daerah ini bergeser untuk keuntungan Yahudi.


1) Negara tempat perpindahan di mulai
2) Jumlah Imigran Yahudi
3) Akhir perpindahan
Program perpindahan yang diorganisir oleh para pemimpin Zionis diejawantahkan dengan kecepatan mengejutkan, dimulai pada awal 1900an. Orang-orang Yahudi yang pindah dari Afrika Utara, Uni Soviet, dan berbagai negara Timur Tengah menggeser perbandingan penduduk di Palestina untuk keuntungan orang-orang Yahudi.

Selama kekuasaan Inggris, lebih dari 1500 orang Palestina yang berjuang untuk kemerdekaannya terbunuh dalam pertempuran yang dilakukan oleh tentara-tentara Inggris. Di samping itu, ada pula beberapa orang Palestina yang ditahan oleh Inggris karena menentang pendudukan Yahudi. Tekanan pemerintah Inggris menyebabkan kekerasan serius terhadap mereka. Namun, terorisme Zionis tak terbandingkan kekejamannya. Kekejaman Zionis, yang pecah begitu berakhirnya Kekuasaan Inggris, meliputi pembakaran desa-desa, penembakan wanita, anak-anak, dan orang tua seolah sebuah hukuman mati; penyiksaan korban-korban tak berdosa,; dan pemerkosaan wanita-wanita dewasa dan remaja.

Sekitar 850.000 orang Palestina yang tidak tahan akan kekejaman dan penindasan ini meninggalkan tanah dan rumah mereka dan tinggal di Tepi Barat, Jalur Gaza, serta di sepanjang perbatasan Libanon dan Yordania. Sekitar satu juta orang Palestina masih tinggal di kamp-kamp pengungsian ini, sementara 3,5 juta lainnya tinggal sebagai pengungsi-pengungsi jauh dari tanah air mereka.

Tanah Palestina Dibagi

1) Wilayah Inggris
2) Wilayah Arab
3) Wilayah Yahudi
4) Wilayah Internasional

Ketika Palestina berada di bawah kendali Inggris setelah Perang Dunia I, gelombang besar perpindahan Yahudi ke daerah ini dimulai. Perpindahan ini lambat laun mulai meningkat pesat. Selama masa ini, beberapa badan didirikan untuk menentukan bagaimana orang Yahudi dan Palestina berbagi tanah. Badan yang terkenal adalah the Peel Commission, yang dikepalai oleh bekas Menteri Luar Negeri Inggris untuk India Lord Earl Peel, dan Komisi Morrison-Grady, yang dibentuk melalui kemitraan Amerika-Inggris. The Peel Commission mengusulkan agar pengawasan Inggris ditingkatkan dan daerah ini dibagi antar kedua kelompok, hanya Yerusalem dan Haifa yang tetap di bawah kendali Inggris dan akan terbuka untuk pengamat internasional. Morrison-Grady Plan mengusulkan agar Palestina dibagi atas empat daerah kantong terpisah. Namun, anggota badan ini tidak memperhitungkan bahwa tanah yang sedang mereka bagi ini dimiliki oleh orang-orang Palestina selama berabad-abad, dan tak seorang pun punya hak untuk memaksa mereka membaginya bertentangan dengan kehendak mereka.


Orang-orang Palestina yang hidup di kamp-kamp pengungsian hari ini menghadapi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan yang paling dasar sekalipun. Mereka hanya bisa menggunakan air dan listrik jika orang Israel mengizinkannya, dan berjalan bermil-mil untuk bekerja demi upah yang amat rendah. Bagi mereka yang pergi bekerja atau mengunjungi kerabat yang tinggal di dekat kamp pengungsian, perjalanan itu seharusnya tidak lebih dari 15 menit saja. Akan tetapi, kejadiannya sering berubah menjadi mimpi buruk karena pemeriksaan identitas di tempat-tempat pemeriksaan yang sering dilakukan, di mana para tentara yang bertugas melakukan kepada mereka pelecehan, penghinaan, dan perendahan. Mereka tidak dapat berpindah dari tempat A ke tempat B tanpa passport. Dan karena tentara-tentara Israel sering menutup jalan untuk alasan “keamanan,” orang-orang Palestina sering tidak dapat pergi bekerja, pergi ke tempat yang ingin mereka tuju, atau bahkan untuk menuju rumah sakit ketika mereka jatuh sakit. Bahkan, orang-orang yang hidup di kamp-kamp pengungsian tiap hari hidup dalam rasa takut akan dibom, dibunuh, dilukai, dan ditahan, karena pemukiman orang-orang Yahudi fanatik di sekitar kamp menjadi ancaman sesungguhnya mengingat pelecehan dan serangan yang dilancarkan oleh penduduk Yahudi fanatiknya.

Polisi Inggris ikut campur dengan paksa ketika orang-orang Palestina memprotes meningkat pesatnya perpindahan Yahudi. Akibat bentrokan di Jaffa pada 1933, sebanyak 30 orang Palestina tewas dan lebih dari 200 orang terluka.

Tentu, diusir dari rumah dan dipaksa meninggalkan tanah asal seseorang mengakibatkan banyak kesulitan. Namun, inilah takdir Allah. Sepanjang sejarah, masyarakat Muslim telah terusir dari rumah mereka dan menghadapi berbagai jenis tekanan, penyiksaan, dan ancaman oleh orang-orang yang tak beriman. Para pemimpin yang kejam atau orang-orang yang menggunakan kekuasaan sering mengusir orang-orang yang tak berdosa dari tanah mereka hanya karena keturunan atau keyakinan mereka. Apa yang diderita oleh orang-orang Islam di banyak negara, juga orang-orang Palestina, telah diwahyukan di dalam Al-Qur'an. Namun Allah membantu semua orang yang tetap sabar, menunjukkan akhlak terpuji, dan menolak menakut-nakuti orang laii meskipun mengalami kekerasan. Seperti yang Allah nyatakan dalam Al-Qur'an:

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain259. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." (Qur'an, 3:195)

Dengan demikian, akan datang suatu hari ketika semua orang-orang Palestina akan hidup dalam kedamaian, keamanan, dan persaudaraan. Tapi ini hanya dimungkinkan dengan menyebarluaskan akhlak Al-Qur'an antar manusia, karena akhlak seperti itu bersifat memaafkan dan toleran; mempertahankan kedamaian; menekankan pada cinta kasih; rasa hormat, dan kasih sayang; dan pengikutnya saling berlomba untuk beramal saleh. Ketika akhlak yang baik mengemuka, penindasan dan gangguan tidak dapat hidup. Dan lebih jauh lagi, ketika akhlak ini ditunjukkan dengan sepenuh hati, persaudaraan Muslim akan meningkat dan mereka akan mendapatkan kekuatan untuk melakukan sebuah perjuangan intelektual melawan kekejaman. Oleh karena itu, menerapkan sistem tata prilaku Qurani akan membawa kita menuju akhir dari kekejaman tidak hanya di Palestina, melainkan juga di seluruh dunia. Kewajiban umat Islam adalah menyebarluaskan tata prilaku tersebut.


Imigran Yahudi yang diajarkan dengan semboyan “Setiap orang harus bekerja dengan satu tangan, dan memegang senjata di tangan lainnya” segera mengambil bagian dalam gerakan Zionis. Sementara beberapa orang mengorganisir demonstrasi dengan spanduk bertuliskan “Yerusalem adalah Milik Kami,” lainnya mengebom desa-desa Palestina.

Dalam bab-bab berikut, kita akan membahas lebih dekat rasa sakit dan kesulitan yang dialami selama bertahun-tahun oleh para pengungsi Palestina. Namun sebelum kita ke sana, kita akan melihat teror Zionis dan teknik yang digunakannya untuk mengusir orang-orang Palestina dari rumah-rumah mereka.


Akibat kepungan selama 3 tahun oleh kekuatan Israel, kamp pengungsian Bourj al-Barajneh di dekat Beirut hancur total. Foto ini menggambarkan keadaan kamp pada tahun 1988.



Orang-orang Palestina yang tinggal di kamp-kamp pengungsian di Libanon dan Yordania masih berjuang mengatasi kesulitan besar selama bertahun-tahun. Kelaparan, wabah penyakit, cuaca buruk, dan berlanjutnya rasa takut akan serangan baru Israel menjadi kenyataan hidup mereka. Pemandangan barak yang didirikan oleh PBB menunjukkan parahnya kemiskinan mereka.